Kehilangan Dompet dan Pelajarannya




Beberapa hari yang lalu, saya kehilangan dompet dimana saya menaruh semua uang yang saya miliki termasuk KTP, KTM, ATM, dan surat-surat lainnya yang kebetulan saya taruh di dalam dompet. Pada saat itu saya sedang mengendarai motor yang baru saja pulang kuliah. Seingat saya, saya menaruh dompet itu didalam saku celana saya. Tetapi entah mengapa setelah saya tiba di rumah, dompet itu tidak ada. Saya mencari-carinya, mengobrak-abrik semua isi tas saya, tetapi tetap saja tidak ketemu. Bagi orang lain, uang beberapa ratus ribu mungkin tidaklah banyak, tapi bagi saya untuk jumlah itu, saya perlu mengumpulkan sedikit demi sedikit dari hasil uang saku pemberian orang tua yang tidak saya jajanin selama ini. Karena selama ini, saya suka membawa bekal dari rumah. Selain bisa menghemat pengeluaran, bekal dari rumah yang dibuat oleh Ibu saya sudah tentu terjamin kesehatannya.

Aaahh mengingat saya langsung terbayang betapa ribetnya mengurus lagi e-KTP dengan birokrasi Indonesia yang seperti punya motto "kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah". Terbayang betapa repotnya harus kesana kemari mengurus surat kehilangan kepolisian dan menghadapi panjanganya antrian bank. Uuhh saya harus melakukan sesuatu yang seharusnya tidak saya lakukan kalau seandainya saya tidak kehilangan dompet itu.

Tentu saja saya menyesal, kenapa saya tidak lebih berhati-hati ketika menaruh dompet itu. Saat itu tentu saja saya mengharapkan dompet itu bisa kembali lagi kepada saya. "Tidak tahukah 'dia' betapa aku merindukannya dan mengharapkan ia kembali kepadaku lagi?" (Ahh perasaan macam apa ini? Hihi). Terkadang saya suka berbicara sendiri, menertawai kekonyolan terhadap diri saya sendiri.
--> Back to topic

Ditengah kekesalan saya, muncul pertanyaan pada diri sendiri "Mengapa saya begitu terluka? Apakah jika yang hilang dompet orang lain, saya juga akan merasakan kesedihan yang sama?" Dan di situ saya menyadari bahwa yang membuat saya sedih bukan hilangnya dompet, melainkan perasaan yang saya lekatkan pada dompet itu. Dompet hanya benda, perasaan saya sendirilah yang menyakiti saya. Sedangkan, semua benda itu bisa datang dan pergi kapan saja. Saya tiba-tiba ingat sebuah kalimat bijak di Bali yang berbunyi"Amongken Liange Amonto Sebete"  yang artinya"seberapa besar kesenanganmu, sebegitulah kesedihanmu" Semakin lekat plester menempel pada kulit, ketika dilepas rasanya makin sakit.
Pelajaran lainnya adalah, terkadang seseorang harus"dihajar"  dulu oleh kehidupan agar dia mempelajari hal yang tidak bisa dia pelajari dengan cara lain. Pelajaran ikhlas dan sabar bukanlah pelajaran teori. Bahkan belajar ikhlas lebih sulit daripada belajar mendapatkan banyak uang. Aku pernah berdoa agar dijadikan orang yang sabar dan ikhlas, dan salah satu cara-Nya mengabulkan mungkin dengan memberi banyak kesempatan latihan. Memang kembali mengurus E-KTP itu menjengkelkan, tapi dari situ saya mendapat pelajaran tentang di aspek mana kualitas birokrasi Indonesia harus ditingkatkan. Memang meminta surat kehilangan dari kepolisian itu merepotkan, tapi saya belajar bahwa pelayanan yang baik seharusnya berjalan tanpa pungutan, bukannya malah curi-curi kesempatan di tengah kesusahan orang lain.

Memang rasanya menyedihkan kehilangan uang, kesehatan, ataupun pasangan, tapi saya tidak boleh kehilangan pelajarannya.
Dan jika saya tidak kehilangan dompet, mungkin saya tidak akan pernah menulis ataupun berbagi cerita pada anda.
Terima kasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Unpam Murah tapi Berkualitas

Mahasiswa Terdiam seperti Patung dan Mahasiswa Tertidur